Sebelum saya melanjutkan kepada persoalan jizyah di dalam
Islam suatu perkara yang tidak kurang pentingnya ialah bagaimana jizyah
sebenarnya telah ada dalam tradisi judo kristian sejak awal lagi.Di dalam
tradisi Judo Kristian pembayaran jizyah ini dibayar dalam dua bentuk
1)Dalam bentuk pemberian harta
2)Dalam bentuk kerja rodi atau kerja paksa.
Mislanya di dalam
Kitab Yoshua 16 dikatakan bahawa Suku Efraim salah satu suku Israel mengizinkan
orang-orang Kanaan tinggal di Gezer dan orang-orang Kanaan itu membayar jizyah
dalam bentuk kerja paksa kepada suku Efraim.
“Tetapi orang kanaan yang diam di Gezer tidaklah dihalau
mereka.Jadi orang Kanaan itu masih tetap tinggal di tengah-tengah suku Efraim sampai
sekarang, tetapi menjadi budak rodi.” (Yoshua 16:10)
Misal jizyah yang di dalam bentuk harta pula ialah
sepertimana jizyah yang diambil oleh Raja Daud.Ini dapat dilihat di dalam
Samuel 8:
“ Sesudah itu Daud memukul kalah orang Filistin dan
menundukkan mereka; lalu Daud
mengambil kendali pemerintahan atas ibu kota dari tangan orang Filistin.Dan ia
memukul kalah orang Moab, lalu sambil menyuruh mereka berbaring di tanah ia
mengukur tempat mereka dengan tali; diukurnya dua kali panjang tali itu untuk
mematikan dan satu tali penuh untuk membiarkan hidup.Maka orang Moab takluk
kepada Daud dan harus mempersembahkan upeti.”
(Samuel 8:1-2)
Perbuatan
nabi Daud itu dipuji oleh Tuhan seperti yang terdapat nasnya di dalam kitab 1
Raja-Raja 15 : 5:
“Karena Daud telah melakukan apa
yang benar di mata Tuhan dan tidak menyimpang dari segala yang diperintahkannya
kepadanya seumur hidupnya,kecuali dalam perkara Uria orang Het itu” (1 Raja-Raja 15:5)
Disebut di dalam Ensaiklopedia
Al Kitab berkenaan jizyah yang diperolehi pada zaman Nabi Daud:
“Semasa era Pemerintahan Daud Perbendaharaan negara menjadi
penuh karena kemenangan-kemenangannya yang berterusan di dalam
peperangan-peperangan(2 Samuel 8:2,7-8).” (Ensaiklopedia Al Kitab Vol 2 ms 540)
Kemudian adalah jelas juga kepada kita bagaimana Suku Naftali
salah satu suku Israel tidak mengusir penduduk Beit -Semes dengan mengenakan
jizyah dalam bentuk kerja paksa seperti yang terdapat dalilnya di dalam kitab
Hakim-Hakim 1:33:
“Penduduk kota Bet-Semes
dan Bet-Anat pun tidak diusir oleh suku Naftali. Itu sebabnya orang Kanaan,
penduduk asli negeri itu masih tinggal di situ bersama-sama dengan orang
Naftali. Tetapi, mereka dipaksa bekerja untuk orang Naftali.” ( Hakim-Hakim 1:33)
Di dalam Kitab Ulangan 20 kita dapati juga bahawa Tuhannya Al
Kitab memerintahkan Musa untuk memperhambakan bangsa-bangsa yang telah
ditakluki sebagai bentuk jizyah.
Ulangan 20:
“ Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang
melawannya, maka haruslah menawarkan
perdamaian kepadanya
Apabila kota itu menerima tawaran perdamaian itu dan
dibukanya pintu gerbang bagimu, maka haruslah semua yang terdapat di situ
melakukan pekerjaan rodi bagimu dan menjadi hamba kepadamu.”(Ulangan 20:10-11)
Demikianlah wujudnya jizyah di dalam Perjanjian Lama samada
dalam bentuk pemberian harta atau kerja paksa.Adanya jizyah bukan saja
diperakukan oleh nas-nas Perjanjian Lama sahaja malah turut diperakukan juga
oleh nas-nas Perjanjian Baru.Hal ini adalah berdasarkan kepada pengakuan Yesus sendiri
ketika beliau ditanya adakah diperbolehkan memberi jizyah kepada Kaisar, Yesus
menjawab “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar
dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” (Markus 12:17)
Malah Yesus sendiri
membayar jizyah kepada Kaisar Romawi seperti yang dijelaskan di dalam Injil
Matius.
“Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan
pertanyaan:Apakah pendapatmu,Simon?Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut
bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?Jawab Petrus:Dari orang
asing! Maka kata Yesus kepadanya: Jadi bebaslah rakyatnya.Tetapi supaya jangan
kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau.Dan ikan
yang pertama yang kau pancing,tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan
menemukan mata uang empat dirham di dalamnya.Ambillah itu dan bayarkanlah
kepada mereka, bagiku dan bagimu juga” (Matius 17:25-27)
Nah!Lihatlah sendiri Yesus yang diagung-agungkan oleh seluruh
penganut kristian dari timur hingga ke
barat malah dianggap Tuhan, beliau sendiri mengakui bahawa sesungguhnya jizyah
adalah suatu kewajiban yang harus dibayar kepada pemerintah.Hairan sungguh
hairan,beribu-ribu kali hairan setiap kali dibahaskan masalah jizyah
orang-orang Kristian mengatakan jizyah adalah semata-mata ajaran Islam yang
kononnya tidak ada di dalam kitab-kitab mereka.SubhanaLlah!Inilah kebohongan
mereka yang amat nyata!!!
Paulus yang dianggap rasul oleh orang-orang kristian sendiri menganjurkan
membayar jizyah kepada pemerintah Romawi.Dalilnya terdapat di dalam Roma 13.
“Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh
karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita.Itulah sebabnya
maka kamu membayar pajak.Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan
Allah.” (Roma 13:5-7)
Disebut dalam
Ensaiklopedia Al Kitab:
“Pada zaman-zaman kebelakangan jizyah dibayar sebagai khidmat
kepada haikal dan orang-orang Yahudi
membayar jizyah tersebut … Josephus
memberitahu kita di dalam buku sejarahnya sejumlah besar wang masuk ke dalam
perbendaharaan haikal daripada sumber jizyah dan hal ini berterusan sehinggalah
ke zaman Yesus (Matius 17:24).Apa yang menarik Yesus sendiri menggunakan
mukjizatnya supaya dapat membayar jizyah tersebut…” (Ensaiklopedia Al Kitab
halaman 540)
Demikianlah jizyah sebenarnya ada dan diperakukan oleh
kedua-dua Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan diamalkan oleh para nabi
dalam Al Kitab.Jadi kalau jizyah ada dalam Islam dan diperintah di dalam Al
Quran ianya bukanlah sesuatu yang baru.Malah jizyah yang dianjurkan oleh Allah di
dalam Al Quran adalah lebih manusiawi dan lebih menasabah jika dibandingkan
dengan jizyah yang ada dalam tradisi Judo Kristian yang sangat besar
kemungkinannya telah ditokok tambah oleh manusia.Sesungguhnya Islam hanya mengenakan
jizyah ke atas orang yang mampu berperang sahaja.Ini berarti kanak-kanak,
wanita,yang pada kebiasaannya tidak ikut berperang dan orang-orang tua yang sudah tidak mampu
berperang tidak diwajibkan membayar jizyah.Firman Allah di dalam Al Quran yang
bermaksud:
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
tidak beriman kepada hari akhirat, dan mereka pula tidak mengharamkan apa yang
telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya, dan tidak berugama dengan ugama yang
benar, iaitu dari orang-orang yang diberikan kitab (kaum Yahudi dan Nasrani),
sehingga mereka membayar jizyah dengan keadaan taat dan merendah diri” (Al
Quran Surah Attaubah 9:29)
Imam Qurtubi berkata di dalam mentafsirkan ayat di atas:
“Berkata ulama-ulama kita semoga rahmat Allah tercurah ke
atas mereka:Berdasarkan kepada dalil Al Quran (di atas) adalah jizyah itu hanya
diambil daripada lelaki-lelaki yang mampu berperang sahaja karena Allah telah
berfirman “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak beriman
kepada hari akhirat, dan mereka pula tidak mengharamkan apa yang telah
diharamkan oleh Allah dan RasulNya, dan tidak berugama dengan ugama yang benar,
iaitu dari orang-orang yang diberikan kitab (kaum Yahudi dan Nasrani), sehingga
mereka membayar jizyah..”Ini berarti jizyah hanya diambil dari orang yang
diperintahkan untuk diperangi (yaitu para lelaki kafir yang mampu
berperang—adalah maklum Islam tidak membolehkan memerangi wanita,kanak-kanak
dan orang-orang tua).Dan berdasarkan kepada ayat itu juga para hamba tidak
diwajibkan membayar jizyah walaupun mereka mampu berperang karena para hamba
tidak memilikki harta(mereka tidak memilikki diri mereka sendiri maka bagaimana
mereka bisa memilikki harta?)…Dan telah menjadi kesepakatan para ulama bahawa
kewajiban membayar jizyah hanya tertanggung di atas kepala para lelaki yang
merdeka dan baligh karena merekalah yang telah diperintahkan supaya diperangi
dan bukannya kaum wanita,kanak-kanak,para hamba dan orang-orang gila (yang
tidak mampu berperang). (Imam Al Qurtubi, Al Jami’ Li ahkamil Quran vol 8
halaman 72).
Jadi jizyah hanya diambil dari orang-orang ynag telah
disebutkan di atas.
Tujuan mengambil jizyah daripada orang-orang kafir pula
adalah sebagai tanda orang-orang kafir tersebut mengaku berdamai dan tidak akan
menyerang kaum muslimin dan sebagai balasannya kaum muslimin wajib berperang
bagi pihak mereka jika ada musuh lain
yang cuba mengganggu mereka dan inilah yang diistilahkan oleh ahli-ahli fiqih
Islam sebagai zimmi (berarti di dalam tanggungan) yaitu orang-orang kafir yang
keselamatan mereka ditanggung oleh kaum muslimin.Abu Ubaidah Ammar Ibnu Al Jarrah salah seorang sahabat Nabi
sebagai contoh, sewaktu menjadi gabenur di Syam telah memulangkan kembali
jizyah yang telah diambil daripada orang-orang kafir di sana karena beliau
melihat orang-orang Islam dalam keadaan lemah dan tidak mampu untuk melindungi
orang-orang kafir zimmi pada waktu itu daripada serangan pihak musuh.Jizyah
yang telah diambil dikembalikan semula dengan alasan tidak mampu memberikan
perlindungan kepada orang kafir zimmi karena memang itulah perjanjiannya
sewaktu orang-orang Islam mengambil jizyah daripada mereka.Jadi tuduhan
musuh-musuh Islam yang mengatakan bahawa jizyah adalah cukai yang dikenakan ke
atas orang kafir atas sifat mereka sebagai orang kafir dan oleh itu menurut
mereka sebagai suatu penghinaan karena ianya menunjukkan layanan kelas kedua ke
atas warganegara yang bertaraf zimmi adalah
meleset samasekali karena hakikat jizyah hanyalah sebagai tanda perdamaian atau
persahabatan dan ianya dibalas oleh kaum muslimin dengan memberikan
perlindungan kepada mereka.
Ustaz Ahmad Muhammad Jamal Guru Tafsir di Universiti Ummul
Qura menulis , “Sesungguhnya jizyah itu diambil bagi melindungi nyawa
orang-orang zimmi yang ada dalam perbatasan wilayah kekuasaan Islam dan
seterang-terang dalil yang menunjukkan akan yang demikian itu ialah apabila Abu
Ubaidah Ammar Al Jarrah mengembalikan jizyah yang telah diambil dari
orang-orang Syam(Syria) ketika sampai kepadanya berita bahawa pihak Romawi
membuat persiapan untuk menyerang kaum Muslimin yang menyebabkan kaum muslimin
tidak dapat lagi memberi perlindungan kepada warga zimmi di sana karena mereka
terpaksa menumpukan perhatian bagi menghadapi serangan Romawi yang tersebut.Di
dalam suratnya kepada warga zimmi Abu Ubaidah menulis:Sesungguhnya kami
kembalikan jizyah yang telah kami ambil dari kalian karena telah sampai kepada
kami bahawa pihak Romawi akan menyerang kami sehingga kami tidak bisa lagi
memberi perlindungan kepada kalian padahal jizyah yang kami ambil ini adalah dengan
syarat kami harus melindungi kalian…” (Ahmad Muhammad Jamal ,Quranul Karim
Kitabun Uhkimat ayaatuhu-Dar el Ihya el ulum Beirut)
Harus juga diingat jizyah itu adalah suatu kontrak antara
muslim dan non muslim yang berkemampuan sahaja dan agama Islam tidak mewajibkan
jizyah ke atas orang-orang kafir yang fakir dan miskin.Buktinya Sayidina Umar
tidak mengenakan jizyah kepada seorang Yahudi yang telah tua dan miskin
sebaliknya orang tua Yahudi itu telah diberikan sebuah rumah untuk menetap
tinggal dan diberikan kos sara hidup
yang diambil daripada baitul maal kaum muslimin. (Diriwayatkan oleh Abu Yusuf
di dalam Kitab Al Kharraj halaman 151)
Demikianlah jizyah di dalam Islam hanya dikenakan ke atas
orang yang mempunyai kemampuan.Berbeda dengan jizyah di dalam tradisi Judo
Kristian dikenakan ke atas orang yang berkemampuan dan juga ke atas orang yang
tidak berkemampuan.Misalnya Raja Sulaiman menurut Perjanjian Lama telah
mengenakan upeti dalam bentuk kerja paksa kepada hamba rakyatnya sehingga
mereka sudah tidak tertahan sehinggalah apabila kekuasaan berpindah tangan
kepada anaknya Rahabeam, segala hamba rakyat tersebut telah meminta Rahabeam
mengurangkan beban tanggungan yang dipikulkan ke atas mereka oleh Raja Sulaiman
sewaktu memerintah seperti yang terdapat nasnya di dalam Kitab 1 Raja-Raja 12
sebagaimana berikut:
“Orang menyuruh memanggil dia, lalu datanglah Yerobeam dengan
segenap jemaah Israel dan berkata kepada Rahabeam: Ayahmu telah memberatkan
tanggungan kami, maka sekarang ringankanlah pekerjaan yang sukar yang
dibebankan ayahmu dan tanggungan yang berat yang dipikulkannya kepada kami, supaya
kami menjadi hambamu.” (1 Raja-Raja 12:3-4)
Namun permohonan tersebut ditolak bahkan berjanji utnuk
menambahkan lagi beban mereka hamba rakyat tersebut:
“Ia mengatakan kepada mereka menurut nasihat orang-orang
muda:Ayahku telah memberatkan tanggungan kamu tetapi aku akan menambah
tanggunganmu itu;ayahku telah menghajar kamu dengan cambuk, tetapi aku akan
menghajar kamu dengan cambuk yang berduri besi” (1 Raja-Raja 12:14)
Akhir kata, kepada para pembaca silalah bandingkan perbedaan
antara jizyah dalam Islam dengan jizyah dalam tradisi Judo kristian yang
manakah yang menepati ciri-ciri keadilan dan berkonsepkan perasaan belas
kasihan kepada sesama manusia.Silalah kalian nilaikan sendiri.
No comments:
Post a Comment